“Jadi... kenapa tiba-tiba kau ada di Bournemouth?”
Suasana Pantai Bournemouth yang selalu ramai |
Dia menoleh, menatapku dengan kening berkerut. Pasti itu karena wajahku yang jelas-jelas menunjukkan rasa tidak senang dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku ke laut, fokus memandangi garis bercahaya yang membatasi laut dengan langit. Entah kenapa aku masih saja merasakan perasaan ini terhadapnya, bahkan setelah dua tahun berlalu. Dua tahun sejak dia menolak perasaanku secara tidak langsung.
Tapi kini dia ada di sini. Berjalan di sampingku, di atas pasir keemasan yang membentang di sepanjang pantai paling indah di Inggris itu.
“Aku sedang ada urusan di London,” ujarnya sembari menyugar rambut hitamnya, menahannya dari tiupan angin. Aku menahan napas. Efek yang ditimbulkan gerak-geriknya masih sama. “Ada pameran desain berskala internasional di sana. Memangnya di sini tidak ada gaungnya?”
“CG maksudmu? Mana mungkin tidak ada gaungnya,” kataku, berusaha terdengar biasa-biasa saja, walau sebenarnya aku gugup setengah mati. “Para mahasiswa di kampusku yang ikutan CG sudah mulai sibuk sejak dua bulan lalu. Rasanya hampir semua orang membicarakan ‘Creativity is GREAT’ sampai-sampai aku bosan.”