Halaman

Selasa, 11 Juli 2023

To Where You Are

 


TW: Losing, Grieve, Death, Suicide Attempt


31 Desember 2019

Hari itu, Shian terbangun pagi-pagi sekali. Begitu menyadari itu adalah hari terakhir di tahun 2019, ia pun bergegas pulang ke tanah kelahirannya. Ia tidak membawa apa-apa selain dompet dan ponsel dalam sakunya karena memang tidak berniat untuk bermalam. Natal lalu, ia tidak sempat melakukannya karena kondisi tubuhnya yang buruk. Jadi, ia melakukannya hari ini walau tahu mungkin saja keputusannya itu bukanlah hal yang baik. Ia sengaja tidak mengabari siapa pun, baik itu pamannya yang entah kapan pulang, atau Nari yang ia tahu pasti akan mencegahnya.

Pulang berarti mengorek kembali luka yang masih belum juga sembuh. Pulang berarti menaburkan garam pada tiap goresan dalam hatinya. Namun, ada setitik harap bahwa pulang mungkin akan membuatnya sedikit lebih kuat.

Kolumbarium tempat ayah dan ibunya disemayamkan menjadi tujuan pertamanya. Semuanya masih tampak sama. Dua guci kecil berisi abu orang tuanya, beberapa pigura berisikan foto-foto semasa hidup mereka, juga sebuah foto di mana Ka Shian masih mengerti apa artinya bahagia dalam pelukan mereka. Shian masih mengingat wajah kedua orang tuanya, tapi ia sudah mulai lupa seperti apa persisnya suara mereka. Memori tentang mereka lesap sedikit demi sedikit, tapi luka yang terbentuk akibat kehilangan mereka justru semakin besar hingga sulit diabaikan.

Jumat, 01 April 2022

I Can't Tell You How Selfish I am

 Ada satu hal yang paling kutakutkan, yang tidak bisa kusampaikan kepadamu. Mom menyadarinya. Siang itu, Mom duduk di sampingku di kasur rumah sakit yang sempit. Mom merangkul tubuhku dengan hati-hati karena takut menyakitiku. Dia mengusap kepalaku yang botak dengan lembut, menarikku hingga bersandar pada ceruk lehernya.

"Jangan takut ... he will never forget you," bisiknya. "Don't you know by now how much he is into you?"

Aku melirik ke arahnya dan bertanya, "Mom, how do you know?" Bukan tentang tahu mengenai kamu yang tidak akan melupakan aku, tapi tentang ketakutan yang mengusik perasaanku akhir-akhir ini.

"I'm your mom ... of course I know," jawabnya sambil mengecup keningku.

"But I feel selfish ... aku ngerasa keinginanku ini jahat. I should wish him happiness, shouldn't I?"

"Yes, you should. He deserves to be happy."

"Tapi ... membayangkan dia mencintai orang lain terlalu sulit buatku," ujarku sambil meremas dada yang terasa sakit hanya dengan memikirkan kemungkinan itu. "I ... I want him to only love me. I'm hoping there will be no one else after me."

"And that's not selfish, baby. You love him so much, that's why. Bahagia tidak selalu karena ada orang lain untuk dicintai. Bagi Mom, kamu nggak ada gantinya. Mom yakin bagi Yiseong pun sama. You have to believe in him."

Mendengar itu, aku pun merasa lebih tenang.

I believe in you, Yiseong.

Kamis, 31 Maret 2022

18 Agustus 2021 - A New Bucket List

 “Aku mau bikin bucket list baru —”

— adalah hal pertama yang diucapkan Kwon Eunjae saat terbangun pagi tadi, membuat Hwang Yiseong yang sedang membangunkannya terheran-heran.

“Kamu mimpi apa barusan, Sayang?” tanya Yiseong seraya mengusap helai rambut Eunjae yang menutupi matanya. “Bangun-bangun langsung mikirin bucket list.”

Eunjae tidak langsung menjawab, pemuda itu hanya menatap kekasihnya dan mengguratkan senyum segaris yang lantas disambut dengan tusukan ujung-ujung jari Yiseong pada sepasang ceruk di pipinya.

“Aku memikirkannya semalam sampai ketiduran,” jawabnya kemudian sambil merentangkan tangan dan kakinya yang panjang untuk memeluk seluruh tubuh Yiseong. “Daftar milikku hampir semuanya sudah dilakukan, jadi aku mau menambahkannya.” Diadunya ujung hidung ke milik kekasihnya, berlanjut dengan sepasang bibir yang saling menemukan. “Tapi kali ini nggak mau masukin yang ada hubungannya dengan bagaimana aku ingin pergi. Aku mau yang bikin bahagia saja."

Mereka pun beranjak dari tempat tidur, mandi, sarapan dengan cepat, lalu duduk bersebelahan di meja makan dengan selembar kertas di meja dan pena di tangan kanan Eunjae.

28 Mei 2021

"Tidak bisa, Dok?" tanya Kwon Eunjae penuh harap, yang disambut dengan gelengan sang pria paruh baya sambil melepas kacamata dan mengelapnya.

"Diagnosis saya sama persis seperti dokter-dokter sebelum ini. Tubuhmu terlalu lemah untuk menerima terapi-terapi yang berat."

"Sekalipun saya sendiri yang menginginkannya?" desak Kwon Eunjae hingga Hwang Yiseong meletakkan tangan di pundaknya supaya ia tidak mencondongkan tubuh terlalu dekat pada dokter Byun. "Saya bisa. Saya mau berjuang, Dok. Saya bisa tahan sakitnya. Saya tidak mau menyerah begitu saja tanpa perlawanan sama sekali. Dokter, saya mau sembuh."

"Saran saya, lanjutkan saja pengobatan yang selama ini sudah berjalan," ujar sang dokter dengan tenang. "Jangan stres. Nikmati hidup se—"

Gebrakan di meja menghentikan kalimat dokter itu. Cukup sudah ia mendengar hal yang sama. Kwon Eunjae berdiri, dan meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian, Yiseong segera menyusul di belakangnya sambil mendorong kursi roda yang tadi Eunjae lupakan begitu saja.

Just a Little Prayer Every Morning

Kwon Eunjae bukan seorang pemuda religius. Ia hanya tahu siapa Tuhannya, itu saja. Ia bukan jenis orang yang rutin berdoa setiap pagi dan malam, atau ingat berterima kasih ketika hal baik mendatanginya.

Namun, kini berbeda. Setiap malam sebelum tidur, Kwon Eunjae akan memejamkan mata dan memohon. Agar ia masih diberi kesempatan untuk terbangun lagi esok pagi. Lalu, jika doanya dikabulkan, ia akan mengucap syukur di pagi hari.

"Terima kasih, Tuhan. Kau masih memberiku kesempatan menatap wajahnya yang tidur lelap pagi ini."

29 Maret 2021

Kwon Eunjae bisa merasakan tatapan Hwang Yiseong yang terus mengarah ke punggungnya ketika ia tengah mengambil posisi di depan cermin lebar ruang latihan. Pemuda itu sengaja memunggungi kekasihnya karena tatapan itu membuatnya merasa campur-aduk. Rasa bersalah, sedih, serta marah tengah mengaduk-aduk batinnya. Ia putus asa. Ia merasa bodoh karena telah menaruh harapan yang ia tahu sesungguhnya tidak ada.

Pagi tadi, mereka berdua kembali ke Gangnam Severance Hospital untuk mengambil hasil tes medis yang dilakukannya tanggal 25 lalu. Ide memeriksakan diri pada dokter baru yang katanya lebih mumpuni membuatnya mengiyakan tawaran itu. Ia ingin sembuh, siapa yang tidak? Apalagi setelah belakangan penyakitnya semakin terasa mengganggu, ia sungguh-sungguh ingin sembuh.

On This Special Day

 17 Desember 2020



Everybody has a birthday every year. Really.

But to celebrate it together, you and I,

This might be the only year we could.




***


Malam sebelumnya, tanggal 16, Kwon Eunjae dengan tubuh gemetar kedinginan meringkuk dalam dekap hangat Yoon Baekhwan di balik selimut. Dingin menusuk tulang yang kerap disajikan Desember makin menyulitkannya untuk jatuh dalam lelap. Selain itu, sesuatu tengah membuat Jay gelisah. Pada sosok yang telah dianggapnya sebagai kakak itulah, pemuda Kwon mengungkapkan keinginannya mencipta memori yang bisa bertahan selamanya pada hari Hwang Yiseong resmi memasuki era kedewasaan. Ia meminta saran dari yang lebih tua karena ini kali pertama Kwon Eunjae jatuh cinta. Pada akhirnya, pemuda jatuh terlelap dengan jemari Baekhwan mengusap lembut helaian keemasannya.