Halaman

Selasa, 02 April 2024

Lost in Labyrinth part 2

 Timeline: 20 Desember 2020

  • Disclaimer:  Hakgyo RPF dan segenap original karakter selain Lee Jian dan keluarganya yang adalah milik puppet masters/mistresses masing-masing.
  • Kim Hongjoong (ATEEZ) sebagai referensi visualisasi karakter Lee Jian.
---

I



Usai berpisah jalan dengan Choi Dani, Jian bergegas pulang ke rumahnya. Suasana hatinya kacau balau, didominasi dengan kejengkelan dan amarah atas perbuatan kakaknya.

Ia tidak tahu apa alasan Jihoon memakai data dirinya untuk meminjam uang, yang kemungkinan besar pada preman dengan bunga tinggi karena Jihoon masih di bawah umur untuk melakukan pinjaman online atau di tempat lain. Bukan hanya sekali ini, tapi sebelumnya pun pernah. Saat itu Nam Junkyu yang membantunya membereskan masalah tersebut dengan melunasi utang dan menegur keras Jihoon. Waktu itu mereka sepakat untuk tidak melibatkan orangtua karena Jihoon memohon-mohon dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Jian tidak mengira Jihoon akan mengulangi perbuatannya itu. Sepertinya, masalah ini baru akan beres jika ia memberi tahu ibunya.

Sambil berjalan pulang, sejak tadi Jian juga sibuk mencoba menghubungi kakaknya. Namun, panggilan teleponnya tidak kunjung diangkat. Baru setelah ia membuka pintu rumah, suara Jihoon terdengar di ponselnya. Jian buru-buru masuk ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat.

“Mau apa sih?!” sembur Jihoon tak sabar.

“Hyung, bukannya waktu itu udah janji nggak bakal minjem duit pake namaku lagi? Kenapa barusan ada penagih utang nagih uang ke aku?”

Lost in Labyrinth part 1

Timeline: Hari penerimaan rapor kelas 10 semester 2

  • Disclaimer:  Hakgyo RPF dan segenap original karakter selain Lee Jian dan keluarganya yang adalah milik puppet masters/mistresses masing-masing.
  • Kim Hongjoong (ATEEZ) sebagai referensi visualisasi karakter Lee Jian.

---


Wajah belia enam belas tahun itu semringah saat menerima rapor semester duanya. Usahanya belajar giat ternyata berbuah manis. Nilai-nilainya naik. Tidak ada satu pun mata pelajaran yang kebakaran. Memang ada beberapa yang masih terlalu mepet nilainya, tapi menurutnya ini sudah cukup memuaskan.

Ia berterima kasih pada kedua sahabat yang sekelas dengannya, Bae Inwook dan Na Eunsoo, yang selalu menjawab pertanyaannya tiap kali ada soal yang tidak ia pahami. Ia berterima kasih pada Paman Nam dan Nam Junkyu yang juga tidak pernah bosan mengajarinya (terutama Junkyu). Ayah dan anak itu bahkan mengajaknya naik gunung dan belajar di puncaknya sambil berkemah, yang ternyata sangat efektif.

Jian juga berterima kasih pada Seok Hyena yang memberinya ide untuk menjadi guide bagi para pendaki bule. Bahasa Inggrisnya jadi berkembang pesat karena memaksa diri bercakap-cakap dengan mereka dalam bahasa yang tadinya sama sekali tidak dikuasainya.

Ia tak sabar untuk pulang dan menunjukkan rapor itu pada orangtuanya. Karena itulah ia langsung pulang hari itu, tidak ikut nongkrong bareng dulu dengan begundals.


Selasa, 11 Juli 2023

To Where You Are

 


TW: Losing, Grieve, Death, Suicide Attempt


31 Desember 2019

Hari itu, Shian terbangun pagi-pagi sekali. Begitu menyadari itu adalah hari terakhir di tahun 2019, ia pun bergegas pulang ke tanah kelahirannya. Ia tidak membawa apa-apa selain dompet dan ponsel dalam sakunya karena memang tidak berniat untuk bermalam. Natal lalu, ia tidak sempat melakukannya karena kondisi tubuhnya yang buruk. Jadi, ia melakukannya hari ini walau tahu mungkin saja keputusannya itu bukanlah hal yang baik. Ia sengaja tidak mengabari siapa pun, baik itu pamannya yang entah kapan pulang, atau Nari yang ia tahu pasti akan mencegahnya.

Pulang berarti mengorek kembali luka yang masih belum juga sembuh. Pulang berarti menaburkan garam pada tiap goresan dalam hatinya. Namun, ada setitik harap bahwa pulang mungkin akan membuatnya sedikit lebih kuat.

Kolumbarium tempat ayah dan ibunya disemayamkan menjadi tujuan pertamanya. Semuanya masih tampak sama. Dua guci kecil berisi abu orang tuanya, beberapa pigura berisikan foto-foto semasa hidup mereka, juga sebuah foto di mana Ka Shian masih mengerti apa artinya bahagia dalam pelukan mereka. Shian masih mengingat wajah kedua orang tuanya, tapi ia sudah mulai lupa seperti apa persisnya suara mereka. Memori tentang mereka lesap sedikit demi sedikit, tapi luka yang terbentuk akibat kehilangan mereka justru semakin besar hingga sulit diabaikan.

Jumat, 01 April 2022

I Can't Tell You How Selfish I am

 Ada satu hal yang paling kutakutkan, yang tidak bisa kusampaikan kepadamu. Mom menyadarinya. Siang itu, Mom duduk di sampingku di kasur rumah sakit yang sempit. Mom merangkul tubuhku dengan hati-hati karena takut menyakitiku. Dia mengusap kepalaku yang botak dengan lembut, menarikku hingga bersandar pada ceruk lehernya.

"Jangan takut ... he will never forget you," bisiknya. "Don't you know by now how much he is into you?"

Aku melirik ke arahnya dan bertanya, "Mom, how do you know?" Bukan tentang tahu mengenai kamu yang tidak akan melupakan aku, tapi tentang ketakutan yang mengusik perasaanku akhir-akhir ini.

"I'm your mom ... of course I know," jawabnya sambil mengecup keningku.

"But I feel selfish ... aku ngerasa keinginanku ini jahat. I should wish him happiness, shouldn't I?"

"Yes, you should. He deserves to be happy."

"Tapi ... membayangkan dia mencintai orang lain terlalu sulit buatku," ujarku sambil meremas dada yang terasa sakit hanya dengan memikirkan kemungkinan itu. "I ... I want him to only love me. I'm hoping there will be no one else after me."

"And that's not selfish, baby. You love him so much, that's why. Bahagia tidak selalu karena ada orang lain untuk dicintai. Bagi Mom, kamu nggak ada gantinya. Mom yakin bagi Yiseong pun sama. You have to believe in him."

Mendengar itu, aku pun merasa lebih tenang.

I believe in you, Yiseong.

Kamis, 31 Maret 2022

18 Agustus 2021 - A New Bucket List

 “Aku mau bikin bucket list baru —”

— adalah hal pertama yang diucapkan Kwon Eunjae saat terbangun pagi tadi, membuat Hwang Yiseong yang sedang membangunkannya terheran-heran.

“Kamu mimpi apa barusan, Sayang?” tanya Yiseong seraya mengusap helai rambut Eunjae yang menutupi matanya. “Bangun-bangun langsung mikirin bucket list.”

Eunjae tidak langsung menjawab, pemuda itu hanya menatap kekasihnya dan mengguratkan senyum segaris yang lantas disambut dengan tusukan ujung-ujung jari Yiseong pada sepasang ceruk di pipinya.

“Aku memikirkannya semalam sampai ketiduran,” jawabnya kemudian sambil merentangkan tangan dan kakinya yang panjang untuk memeluk seluruh tubuh Yiseong. “Daftar milikku hampir semuanya sudah dilakukan, jadi aku mau menambahkannya.” Diadunya ujung hidung ke milik kekasihnya, berlanjut dengan sepasang bibir yang saling menemukan. “Tapi kali ini nggak mau masukin yang ada hubungannya dengan bagaimana aku ingin pergi. Aku mau yang bikin bahagia saja."

Mereka pun beranjak dari tempat tidur, mandi, sarapan dengan cepat, lalu duduk bersebelahan di meja makan dengan selembar kertas di meja dan pena di tangan kanan Eunjae.

28 Mei 2021

"Tidak bisa, Dok?" tanya Kwon Eunjae penuh harap, yang disambut dengan gelengan sang pria paruh baya sambil melepas kacamata dan mengelapnya.

"Diagnosis saya sama persis seperti dokter-dokter sebelum ini. Tubuhmu terlalu lemah untuk menerima terapi-terapi yang berat."

"Sekalipun saya sendiri yang menginginkannya?" desak Kwon Eunjae hingga Hwang Yiseong meletakkan tangan di pundaknya supaya ia tidak mencondongkan tubuh terlalu dekat pada dokter Byun. "Saya bisa. Saya mau berjuang, Dok. Saya bisa tahan sakitnya. Saya tidak mau menyerah begitu saja tanpa perlawanan sama sekali. Dokter, saya mau sembuh."

"Saran saya, lanjutkan saja pengobatan yang selama ini sudah berjalan," ujar sang dokter dengan tenang. "Jangan stres. Nikmati hidup se—"

Gebrakan di meja menghentikan kalimat dokter itu. Cukup sudah ia mendengar hal yang sama. Kwon Eunjae berdiri, dan meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian, Yiseong segera menyusul di belakangnya sambil mendorong kursi roda yang tadi Eunjae lupakan begitu saja.

Just a Little Prayer Every Morning

Kwon Eunjae bukan seorang pemuda religius. Ia hanya tahu siapa Tuhannya, itu saja. Ia bukan jenis orang yang rutin berdoa setiap pagi dan malam, atau ingat berterima kasih ketika hal baik mendatanginya.

Namun, kini berbeda. Setiap malam sebelum tidur, Kwon Eunjae akan memejamkan mata dan memohon. Agar ia masih diberi kesempatan untuk terbangun lagi esok pagi. Lalu, jika doanya dikabulkan, ia akan mengucap syukur di pagi hari.

"Terima kasih, Tuhan. Kau masih memberiku kesempatan menatap wajahnya yang tidur lelap pagi ini."