Halaman

Minggu, 10 Juni 2012

Everyone Has Their Own Reason - Chapter Two

"Daddy...."

Gadis kecil itu tak peduli pada darah yang kini memenuhi seluruh lantai gazebo. Ia meraung, memeluk tubuh ayahnya yang sudah tak bernyawa. Tubuhnya berguncang-guncang akibat tangisnya. Kunai itu masih menancap di dada Levin Lore. Ia tak berani menyentuhnya.

"Daddy, why...?"

Suara jeritan kembali membahana. Tapi, bukan gadis kecil itu yang menjerit. Seorang wanita berambut pirang seperti Zinnia keluar dari pintu belakang rumah, diikuti seorang bocah laki-laki kecil yang mengintip dari ambang pintu. Wanita itu adalah ibunya—Helen Lore. Gadis kecil itu berdiri, berlari menghampiri ibunya, berniat untuk memeluk dan menangis meluapkan keterkejutan yang baru saja dialaminya. Darah Levin mengotori wajahnya, rambutnya, tangannya, kakinya juga pakaiannya. Lisbeth tidak menatapnya, wanita itu terus berlari menaiki jembatan menuju gazebo dan jatuh berlutut di samping tubuh tak bernyawa suaminya.

"Mommy...," gadis kecil itu berjalan mendekat. "Daddy... dia..."

"Pembunuh!" jerit Helen, dengan gerakan cepat didorongnya Zinnia menjauh. Gadis kecil itu terjengkang jatuh membentur dinding rendah gazebo. "Kau pembunuh! Monster!"

"No, Mommy... I..."

"PEMBUNUH!"

"Daddy... yang menarik tanganku," ucapnya mengungkap fakta. "Daddy yang—"

"DIAM! Kau pikir aku akan percaya?!" bentak Helen.

Dengan cepat orang-orang yang mendengar keributan itu mulai berdatangan. Pertama-tama, Maria yang selama ini bekerja mengurus dirinya dan Zephaniah—adiknya. Wanita Asia itu menggendong Zephaniah dan membawa bocah laki-laki itu ke kamarnya sebelum meminta pertolongan. Lalu, orang-orang dewasa yang tak dikenal Zinnia muncul dan membawa ayahnya pergi. Helen ikut pergi sementara ia ditinggalkan sendirian di gazebo penuh darah itu.

Tatapannya kosong. Air mata telah berhenti mengalir. Ia memandangi darah Levin yang perlahan mulai mengering.

"Capitol...," gumamnya. "Capitol yang bunuh Daddy...."

1 komentar:

  1. Whoah. So this is how Zinnia's story begin.

    Angst&bloody, just the way I like it #plaked =))

    Buat anak sekecil Zinnia waktu itu pasti membingungkan banget ya. Dan jadi nambah konflik karena ibunya pikir dia sengaja. Nice plot, dan aku suka 'nasehat' ayahnya "Bencilah pada Capitol', wakakak...

    Good story, babe. Keep on writing :)

    BalasHapus