Halaman

Minggu, 08 Juli 2012

The Day I Fall in Love


Pernah dengar pepatah yang mengatakan bahwa cinta selalu datang tiba-tiba?


Malam itu, sama sekali tak terpikir dalam benak Zinnia Lore kalau ia akan mengenal cinta untuk pertama kalinya. Ia yang tengah memfokuskan pikirannya pada Hunger Games yang akan segera datang, dipertemukan dengan seseorang yang tak pernah ada dalam ingatnya. Seharusnya, ia hanya memikirkan bagaimana cara untuk tetap selamat, bagaimana supaya ia bisa pulang ke rumah, kembali pada Zephaniah. Atau, seharusnya ia berpikir bagaimana ia bisa menunjukkan pada Panem bahwa Capitol telah menghancurkan hidup banyak orang dengan acara tahunan yang memaksa para peserta untuk saling membunuh dengan barbarik. Ia harusnya memikirkan itu semua.


Seharusnya....


Sampai sosok itu datang, ketika ia tengah menjajal cara untuk menyamar dengan lumpur buatan yang disediakan Capitol di tempat latihan. Satu kekehan singkat menarik perhatiannya malam itu, membuatnya menoleh dan menatap sosok yang seharusnya tak pernah ia pandang. Dengan wajah belepotan lumpur coklat, ia bertanya pada sosok itu... mengapa memandanginya? Dan sosok itu berkata ia terlihat aneh dan bodoh karena lumpur tersebut.

Ia tak tersinggung. Ia justru tertawa dalam hati karena perkataan sosok bernama Arch Halmington itu. Dan untuk pertama kalinya ia merasa terganggu jika orang melihatnya dalam keadaan berantakan, hingga ia buru-buru membersihkan wajah dan seluruh tubuhnya. 


Aneh....

Ia tak paham kenapa ia begitu peduli akan pendapat Arch Halmington tentang dirinya.


Ia mendapati dirinya kemudian mendekati si pemuda. Memerhatikan apa yang tengah dilakukannya dengan cairan oranye di lantai. Arch Halmington membuat sebuah gambar berbentuk bulat dengan duri-duri runcing di sisi-sisinya. Di mata gadis Lore itu, gambar yang dibuat Arch Halmington adalah matahari. Matahari yang bersinar terik di langit. Satu-satunya benda langit yang tiap petang berhasil memberikan semburat warna favoritnya di antara sapuan warna biru.

Zinnia dan Arch Halmington bahkan tak banyak bertukar kalimat malam itu. Namun, ia merasakan suatu pesona yang menarik dari si pemuda yang detik itu juga ia juluki sebagai 'Matahari' dalam hatinya.


Matahari yang membuatnya tak ingin beranjak pergi.

Matahari yang telah menjeratnya... tanpa ia sadari.


Cinta memang selalu datang tiba-tiba...
tapi... mengapa harus sekarang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar