***
Naito bilang saat aku berdiri di samping Kisa, aku terlihat seperti setan.
Tidak salah juga, sih. Aku memang dikenal sebagai cowok yang populer di kalangan perempuan, terutama mereka yang lebih tua. Hei, aku tidak sedang menyombong. Kenyataannya memang begitu. Banyak perempuan yang lebih tua dariku sengaja datang ke toko hewan peliharaan Izuka hanya untuk bertemu denganku. Banyak dari mereka yang memberikan nomor telepon, bahkan terang-terangan mengajakku kencan. Apakah aku harus menolak? Jelas tidak. Aku menikmati kehidupanku dengan mereka. Aku menyukai sentuhan-sentuhan intim seperti itu. Rasanya memabukkan, membuatku... hmm... kecanduan? Sama seperti rokok yang sampai detik ini tidak bisa kutinggalkan.
Intinya, aku bejat.
Dan Konoe Kisa adalah perempuan baik-baik.
Konoe Kisa berbeda dengan semua perempuan di sekitarku. Ambil saja contoh Chazawa Lyra. Ia juga perempuan baik-baik, menurutku. Tapi dengan Lyra aku bisa dengan leluasa memberinya pelukan, menghujaninya kecupan di kening maupun di pipinya. Aku bisa merangkulnya kapan pun aku mau dan menghabiskan waktu berdua dengan melakukan banyak hal. Namun setelah kupikir-pikir lagi, Chazawa Lyra lebih seperti adikku sendiri, yang bisa kapan saja kumanjakan. Tidak ada rasa risih. Tidak ada gugup.
Sementara dengan Kisa... aku seperti orang bodoh.
Kisa berjalan di sampingku saat ini dengan senyuman secerah mentari. Aku memegang tali yang terhubung dengan dua ekor anjing Akita miliknya. Kisa memegang satu. Hal ini sudah sering kami lakukan. Mengajak jalan-jalan ketiga anjing itu, atau mengantarkan dua karung makanan anjing ke rumahnya. Kebanyakan kami berjalan tanpa banyak bicara. Obrolan kami seadanya. Penuh dengan basa-basi. Kalau bukan karena membicarakan anjing yang menjadi jembatan komunikasi kami, maka kami akan membicarakan soal pelajaran di sekolah. Membosankan sekali, kan? Nah begitulah efek Konoe Kisa terhadapku. Otakku yang biasanya tahu apa yang disukai perempuan, tiba-tiba jadi buntu. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kuucapkan. Membayangkan diriku memegang tangannya saja membuat tanganku basah karena keringat.
Apalagi menciumnya.
Barangkali jantungku akan langsung berhenti.
Tapi hal ini justru membuatku semakin penasaran padanya. Kenapa Kisa bisa membuatku mati kutu begini? Bahkan tanpa kusadari, aku selalu berusaha terlihat seperti pemuda baik-baik di depannya. Pemuda yang bisa diandalkan dan sebagainya. Aku selalu ingin terkesan keren di mata Kisa.
Gila, kan?
Ada apa denganku sebenarnya?
"Ryouhei-kun, kenapa melamun? Bosan, ya berjalan bersamaku?" tanya Kisa tiba-tiba.
Kami berdua sudah tiba di taman luas tempat Kisa biasa membiarkan ketiga anjingnya berlarian sampai puas. Kisa berjalan menuju kursi taman dari kayu yang masih kosong. Aku mengikutinya, lalu melepaskan rantai yang mengikat leher kedua anjing yang kupegang. Kubiarkan keduanya berlari lalu aku duduk di sebelah Kisa.
"Tidak, kok," ujarku menjawab pertanyaan Kisa sambil terkekeh. Kuambil sebatang rokok dan menyulutnya. Merokok bisa mengurangi kegugupanku. "Mana mungkin bosan," tambahku lagi. Mataku sengaja kuarahkan pada ketiga ekor anjing yang sedang bermain-main di rerumputan sana. Sesekali aku mencuri pandang ke arah Kisa.
Wajah Kisa yang putih seperti porselen terlihat bersinar karena cahaya matahari. Melihatnya seperti itu membuat nafasku serasa tertahan. Gadis itu cantik sekali, kau tahu? Kecantikan yang membuatku betah untuk melihatnya terus-menerus. "Kau cantik sekali," ujarku tanpa sadar. Ketika Kisa menoleh dengan mata melebar, aku baru tahu jika aku mengucapkan pikiranku keras-keras. Tepat di depan orangnya.
Aku buru-buru mengalihkan pandangan. Barangkali pipiku memerah sampai ke telinga sekarang. Rasanya mukaku panas. Gila. Bisa-bisanya aku keceplosan. Kuusap tengkukku dengan gugup. Bagaimana kalau Kisa berpikir yang tidak-tidak tentang ucapanku tadi?
Aku ini setan. Mana pantas setan bersanding dengan malaikat?!
"Ryouhei-kun..."
AAA... JANGAN PANGGIL AKU. AKU TIDAK TAHU HARUS BERSIKAP BAGAIMANA SEKARANG!
"Terima kasih."
Aku menoleh ke arahnya, ia sedang menutup wajahnya dengan kedua tangan. Manis sekali.
Aku tidak tahu sejak kapan.
Tapi aku sadar sekarang bahwa aku menyukai Konoe Kisa lebih dari sekadar teman biasa.
Aku menelan ludah, kutegakkan tubuhku dan berdiri di depannya. Kesempatan ini hanya akan datang satu kali. Momen ini tidak akan datang lagi lain kali.
"Kisa-chan..." Aku menunggunya mendongakkan kepala menatapku. "Maukah kau berpacaran denganku?"
***
Aku ini mungkin memang setan.
Tapi jika aku bersamamu,
mungkin perlahan
sayapku akan berubah...
...seputih milikmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar