Bukankah pada akhirnya segala kesalahpahaman ini harus diakhiri?
Sekalipun sesungguhnya,
jauh di lubuk hati ini aku menikmatinya...
"Memangnya tak ada gadis lain yang bisa diperebutkan selain Non?!"
Sarkas. Kalimat yang lazim didengar jika kau berbicara pada William Wordsmith. Agak menyesal juga Helena terpaksa menceritakan semuanya tentang Albert Collier dan Zane Witherington pada pemuda Wordsmith tersebut. Meski usianya baru enam belas, mungkin sebentar lagi tujuh belas, William adalah seorang pemuda yang menurut Helena cukup blak-blakan. Bicara apa adanya walau kadang tidak pakai disaring lebih dulu agar tidak menyakiti hati lawan bicaranya. Helena tanpa sadar mengerucutkan bibirnya menanggapi ucapan William. Memangnya tak ada gadis lain, kata pemuda itu. Sekalipun Helena dengan sadar tahu bahwa jatuh cinta kepada dirinya yang adalah hantu merupakan sebuah kesia-siaan tetap saja dirinya adalah seorang hawa yang lebih sensitif soal urusan perasaan daripada para adam.
Ucapan William tetap melukainya. Ditambah lagi dengan rentetan penjelasan bahwa hantu seperti Helena tidak bisa disentuh dan lain sebagainya. Apakah William pikir, Helena tidak tahu soal itu?
Helena mendesah pelan, menundukkan kepala lalu terbang melayang meninggalkan William yang masih saja menguliahinya. Hatinya sedih, sungguh. Helena baru berusia awal dua puluhan ketika Baron Berdarah menghabisi hidupnya di Albania. Baru satu kali jatuh cinta pada seorang senior semasa sekolah dan cinta itu pun tak berbalas. Helena tahu Baron sejak dulu pun mencintainya namun bukan salahnya kalau Baron bukan tipe laki-laki yang ia inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya, kan? Emosi yang mudah terbakar, ekspresi wajah yang selalu membuatnya takut... dan kenyataan bahwa Baron yang membunuhnya semakin membuat Helena membencinya.
Singkatnya, sekalipun dirinya sekarang adalah hantu, hatinya masih tetap seorang perempuan. Ia ingin merasakan cinta. Mencintai dan dicintai.
Dan perasaan itu kini ia dapatkan—
—dari Albert dan juga Zane.
Pertama kali ia melihat kedua pemuda itu saat mereka berbaris menanti seleksi asrama tahun 1795. Lalu pertama kali ia mengetahui nama mereka ketika pesta awal tahun. Saat itu keduanya sama-sama masih bocah ingusan kecil yang manis. Polos, tanpa dosa, terlihat ingin tahu tentang banyak hal—tipikal para penghuni Ravenclaw yang disukai ibunda Rowena.
Tahun berganti tahun. Keduanya tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Masing-masing memiliki pesonanya sendiri.
Sejak awal berada di Hogwarts, Albert sering mendapatkan kesulitan memecahkan teka-teki yang diberikan gagak di pintu menuju ruang rekreasi Ravenclaw dan Helena yang tak tega melihatnya terjebak di luar dengan terkantuk-kantuk akhirnya sering membantunya. Hal yang sama sering terjadi berulang-ulang. Satu hal yang ketika itu tak disadari Helena adalah Albert jatuh cinta padanya dan menjadikan kesulitannya menebak teka-teki sebagai alasan untuk bisa berkomunikasi dengan Helena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar