Halaman

Jumat, 25 Maret 2022

Tell Me, Why Me


Gulita tak hanya menguasai langit malam. Pekatnya tengah merayap dengan kuku-kuku nan tajam menghunjam dalam-dalam pada jiwa rapuh seorang adam. Ia berjalan tertatih-tatih, seolah tenaga yang tersisa pada sepasang tungkai kurus itu tidak lagi kuat menopang tubuh ringkih terbungkus hoodie hitam tebal yang tampak kedodoran untuknya. Kepalanya tertunduk, tertutupi bayang-bayang kerudung. Apabila kau mengamati baik-baik, bulir-bulir kristal bening tiada henti berjatuhan seolah kelopak matanya merupa awan hujan.

Sang adam tak berencana untuk segera pulang menyambut ranjang serta selimut hangat kendati dingin tengah menggerayangi tubuh dengan brutal. Langkah-langkah serampangan membawanya pada sebuah ayunan usang di tengah hampar taman yang dedaunannya sibuk meranggas. Duduk di sana ia mendampratkan segenap lelah. Erang lolos bagai lolong serigala jantan mengusik sunyi dalam gelap. Adam meraung keras, menjerit sekuat tenaga, peduli setan jika ada yang mendengar. Sepuluh jari tangannya bergerak-gerak bagai kerasukan, mengacak rambut hitam bak jelaga hingga awut-awutan.

"Why me?"

Gerak sang adam lambat kala mengangkat kepala menghadap ke takhta Tuhan di balik tiang langit, mengiba jawaban demi asa yang nyaris lesap.

"Why me, God? Please tell me, why me?"

Sang adam bertanya kepada Tuhannya, apakah belum cukup hukuman atas dosa kesombongannya di masa lampau? Apakah belum cukup ia diluluhlantakkan dengan hancurnya pusat kepongahannya? Ia yang dulu merasa lebih tinggi dari siapa pun telah runtuh — rata dengan tanah.

Ia tenggelam dalam abu-abu paling gelap. Terlalu besarkah dosanya hingga Tuhan tega menyusupkan iblis terbengis yang menggerogoti sel darah sang adam saat kesempatan kedua tengah digenggam?

Namun, jawaban yang ia dapat adalah hujan yang turun teramat deras — menghantam tubuh ringkihnya tanpa ampun bak tamparan keras yang menusuk-nusuk laiknya jarum. Bulir kristal bening dari kelopak matanya meluruh lenyap.

"Why me? I didn't even know. Why do You left me all alone?"

Sayang, tak peduli berapa lama pun sang adam menunggu, hingga hujan berhenti dan gulita bergulir pergi, jawaban itu tak lantas datang untuknya.



Belum waktuNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar